Gedung Joeang'45 Serang



PERISTIWA PERAMPASAN MARKAS KEMPETAI TAHUN 1945 DI BANTEN
 Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Sejarah Lokal
Dosen Pengampu : Rikza Fauzan, M.Pd

Description: download (7)






Disusun oleh :
Nur Syiam Eka Handayani (2288150033)






JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS ILMU KEGURUAN DAN PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
SERANG – BANTEN
2016



KATA PENGANTAR


 Puji syukur bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat-Nya,  kepada seluruh umat-nya. Shalawat dan salam tercurah untuk baginda tercinta kita Rasulullah SAW yang menjadi teladan untuk umat seluruh alam.
Alhamdulillah penulis telah menyelesaikan laporan yang sangat sederhana yang berjudul ”Peristiwa Perampasan Markas Kempetai Tahun 1945 di Banten. Pada kesempatan ini penulis ucapkan terima kasih pada seluruh pihak yang telah membantu dalam penyelesaian laporan ini. Segala daya dan upaya penulis lakukan untuk menyusun laporan ini, akan tetapi dengan keterbatasan waktu tenaga dan minimnya pengalaman.  Masih banyak kekurangan di dalamnya, untuk itu penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya. Kritik dan saran sangat penulis harapkan untuk menyempurnakan langkah penyulisn kedepan. Sekian, semoga bisa bermanfaat bagi kita semua, Amin.



Serang, 25 November 2016


Penulis






DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................... i
DAFTAR ISI ......................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1       Latar Belakang ...................................................................................................... 1
1.2       Rumusan Masalah ................................................................................................. 1
1.3       Tujuan Penelitian..................................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAAN
              2.1     Sejarah dari  Berdirinya Gedung Joeang 45.......................................................... 3
              2.2      Kisah Heroik di Gedung Joeang 45 ..................................................................... 4
              2.3     Perkembangan Gedung Joeang 45 Masa Kini...................................................... 9
              2.4     Upaya dalam Membangun Rasa Nasionalisme Masyarakat............................... 10
BAB III KESIMPULAN ...................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................,......................... 12
LAMPIRAN..................................................................................,....................................... 13


 


BAB I
PENDAHULUAN


1.1.Latar Belakang
Banten merupakan salah satu kawasan yang dijadikan sebagai tempat hunian maupun sebagai tempat administrasi pada masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda. Pada tahun 1816 Gubernur Van Der Capellen mengambil alih kekuasaan Sultan Muhammad Rafiuddin, sultan terakhir Banten. Belanda membagi wilayah kekuasaan kerajaan menjadi tiga wilayah setingkat kabupaten yaitu : Kabupaten Utara dengan ibukota Serang, Kabupaten Barat dengan ibukota Caringin, dan Kabupaten Selatan dengan ibukota Lebak. Serang pada zaman kolonial merupakan satu-satunya tempat yang paling ramai di Banten. Pada tahun 1846, Serang menjadi tempat tinggal bagi lebih dari 200 orang Eropa dan ratusan orang Tionghoa. Salah satu bangunan yang didirikan oleh Belanda di Serang ialah Gedung Joeang 45. Dimana gedung ini digunakan sebagai tempat tinggal orang Eropa, yang umumnya adalah para pejabat tinggi yang bekerja di berbagai sektor dan kedinasan dibawah administrasi karesidenan Banten. Namun ketika pendudukan Jepang, gedung joeang ini digunakan sebagai markas kempetai.
Pasca kemerdekaan Indonesia, terjadi sebuah kisah heroik perjuangan masyarakat Banten. Kisah heroik ini merupakan peristiwa penyerangan pemuda Banten untuk merampas markas kempetai Jepang. Akhirnya dalam penyerangan tersebut, Jepang berhasil dikalahkan dan pemuda Banten menduduki gedung ini. Kemudian gedung ini digunakan sebagai markas Tentara Keamanan Rakyat (TKR).

1.2.Rumusan Masalah
1.2.1.      Bagaimana Sejarah dari Berdirinya Gedung Joeang 45?
1.2.2.      Bagaimana terjadinya Kisah  Heroik di Gedung Joeang 45?
1.2.3.      Bagaimana Perkembangan Gedung Joeang 45 Masa kini?
1.2.4.       Bagaimana Upaya dalam meningkatkan rasa Nasionalisme Masyarakat?

1.3.Tujuan Penelitian
1.3.1.      Untuk Mengetahui Sejarah Berdirinya dari Gedung Joeang 45.
1.3.2.      Untuk Mengetahui Kisah Heroik yang terjadi di Gedung Joeang 45.
1.3.3.      Untuk Mengetahui Perkembangan Gedung Joeang 45 Masa kini.
1.3.4.      Untuk Mengetahui Upaya membangun rasa Nasionalisme masyarakat.



















BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Sejarah dari Berdirinya Gedung Joeang 45
Gedung Joeang berada di sebelah selatan alun-alun Kota Serang, yang terletak di jalan Ki Mas Jong,  Serang. Bangunan ini mengahdap ke arah utara dengan serambi muka yang menjorok ke depan, ditopang oleh 9 pilar bergaya tuscan berwarna putih. Di bagian muka terdapat 2  buah pintu masuk dan 4 buah jendela. Bangunan berbentuk pondasi masif yang ditinggikan sekitar 50 cm dari permukaan tanah, sehingga diperlukan anak tangga dibagian depan serambi. Bagian dalam bangunan terdapat semacam jalan kecil (lorong) yang di kiri dan kanan nya terdapat ruang kerja. Di bagian belakang terdapat ruangan yang dijadikan sebagai dapur dan gudang. Atap bangunan ini berbentuk joglo dan memiliki sudut lancip ditengahnya dengan kontruksi kayu, gentingnya terbuat dari tembikar yang berwarna coklat. (Dinas Kebudayaan, 2008: 154-155)
Berdasarkan arsip-arsip kolonial yang ada, dalam sejarah pendirian bangunan di kota Serang dapat dikatakan bahwa Gedung Joeang 45 merupakan bangunan permanen tertua di Serang. Gedung ini sudah ada sejak tahun 1808, beberapa bulan setelah Daendles menghancurkan Istana Surosowan. (Ali M, 2014: 22). Pada masa kolonial Belanda, gedung ini digunakan sebagai residentie atau tempat tinggal bagi orang Eropa yang umumnya sebagai pejabat tinggi yang bekerja di berbagai sektor dan kedinasan dibawah administrasi Karesidenan Banten. Namun ketika masa pendudukan Jepang, gedung ini dijadikan sebagai markas Kempetai. Kempetai adalah satuan polisi militer Jepang yang ditempatkan diseluruh wilayah Jepang termasuk daerah jajahan. Kempetai dapat disandingkan dengan unit Gestapo milik Nazi Jerman, memiliki kesamaan dalam tugas sebagai polisi rahasia militer. Kempetai sangat terkenal karena kedisiplinan dan kekejamannya. Markas Kempetai Serang terletak di sebelah alun-alun kota Serang atau yang sekarang dikenal sebagai Gedung Joeang 45 Banten (Wawancara dengan Pak Muis).
2.2   Kisah Heroik yang terjadi di Gedung Joeang 45
Salah satu kisah heroik perjuangan masyarakat Banten pada masa kemerdekaan adalah peristiwa penyerangan pemuda Banten ke markas kempetai Jepang. Pada tanggal 7 Oktober 1945 pasukan marinir Angkatan Laut Jepang (Kaigun) yang bermarkas di Anyer tiba di Serang dengan selamat tanpa gangguan amarah rakyat, karena rakyat telah menerima pesan Ali Amangku agar mereka jangan mengganggu orang Jepang yang menuju ke Serang. Untuk mengumpulkan pasukan Jepang yang berada di Gorda dan Sajira, pihak kempetai meminta bantuan BKR untuk mengawalnya, karena merasa khawatir atas keselamatan mereka dari serbuan rakyat. Maka untuk menjemput pasukan kidobutai (angkatan udara) Jepang di Gorda, diutuslah dua anggota BKR yaitu Sadheli dan Tb. Marzuki dengan dikawal 10 orang dengan berpakaian dinas polisi istimewa, mengendarai dua buah mobil yang masing-masing berisi 5 orang berangkat ke lapangan udara Gorda. Kedatangan mereka disambut dengan baik, dan tanpa kesulitan semua tentara Jepang dikawal sampai di markas kempetai, tetapi kendaraan truk yang memuat senjata dibelokkan ke markas BKR di jalan Pamelanaaavaa (markas Korem sekarang).
Pada hari yang sama pula, pimpinan BKR mengutus Abdul Mukti dan Juhdi untuk melakukan penjemputan pasukan Angkatan Darat Jepang (Rikugun) di Sajira, Rangkasbitung. Untuk melaksanakan tugas itu, kedua utusan dikawal z oleh 9 orang tentara Jepang. Sebelum mereka sampai di tujuan, rombongan ini dihadang oleh rakyat di lintasan jalan kereta api Warunggunung, Rangkasbitung. Dendam rakyat terhadap Jepang sudah tidak dapat dikendalikan, sehingga melihat adanya iring-iringan tentara Jepang, rakyat menyerbu ke dalam truk dan, kesembilan serdadu Jepang ini semuanya dibunuh. Abdul Mukti dan Juhdi melarikan diri dan melaporkan kejadian itu kepada pimpinan BKR di Serang. Keesokan harinya Tb. Kaking, seorang anggota BKR dipanggil oleh perwira kempetai yang pernah menjadi gurunya sewaktu latihan PETA. Dia diminta pertolongannya untuk menjemput jenazah korban insiden Warunggunung. Tb. Kaking menyanggupi permintaan itu. Maka bersama dengan Emon dan beberapa orang pengawal, jenazah orang-orang Jepang itu dapat diangkut ke Serang yang kemudian (atas permintaan kempetai) diperabukan secara massal di Kuburan Cina, Kampung Kaloran, Serang.
Peristiwa pembunuhan terhadap orang-orang Jepang di Warunggung telah mengecewakan kedua pihak, baik kempetai maupun BKR. Semuanya menyesalkan kecerobohan tindakan pemuda Warunggunung itu. Dengan alasan terjadinya peristiwa Warunggunung ini, pihak kempetai membatalkan persetujuannya untuk menyerahkan senjata kepada BKR. Ali Amangku mencoba berunding lagi dengan perwira kempetai, tetapi kedatangannya tidak dihiraukan oleh mereka. Bahkan Ali Amangku melihat kesibukan tentara Jepang membuat barikade-barikade di sekeliling markas sebagai persiapan menghadapi suatu serangan. Menyaksikan hal ini Ali Amangku menemui wakil residen, yang pada hari itu juga dilaporkan kepada K.H. Sam’un, sebagai pimpinan BKR. Ketiga tokoh itu berunding, dan diambil keputusan untuk segera menggempur markas kempetai. Keputusan demikian mengandung resiko yang sangat mengkhawatirkan yaitu akan banyaknya korban yang jatuh dari pihak republik, mengingat persenjataan BKR yang sangat sedikit. Hari itu juga, keputusan hasil rapat kilat tersebut disebarkan kepada pimpinan pemuda, masyarakat dan para ulama sekabupaten Serang. Sore harinya para pemimpin pasukan dari kecamatan-kecamatan Ciomas, Pabuaran, Baros, Taktakan, Padarincang, Kramatwatu, Cilegon dan Ciruas datang ke kota Serang untuk membicarakan rencana rinci penyerangan itu. Dan malam harinya diadakan perundingan di markas BKR/API di Kaujon, Kalimati, Serang. Sebagai gambaran, markas kempetai di kota Serang terletak di sebelah selatan gedung kabupaten, terdiri dari tiga gedung besar yang dikelilingi oleh pohon-pohon karet besar. Sekitar halaman, dipasangi kawat berduri tiga lapis dan pagar bambu gelondongan sehingga tidak tembus oleh peluru karaben. Pintu masuk ke halaman markas hanya satu yang juga dihalang barikade kawat berduri. Di beranda depan gedung yang tengah, ditempatkan satu regu tentara penjaga bersenjata brengun (sennjata mesin besar), stun gun (senjata gas air mata) dan karabeyn mitalyur . Di samping kiri pintu masuk ditempatkan dua mitalyur yang dilindungi tumpukan karung pasir. Walaupun pasukan Jepang yang ada di markas itu hanya sekitar 3 kompi, namun mereka memiliki persenjataan lengkap, di samping kuatnya pertahanan. Pertemuan para pemimpin ini berlangsung sampai pukul 3.00 dini hari, yang akhirnya diputuskan bahwa penyerbuan ke markas kempetai akan dimulai setelah adzan subuh, yaitu sekitar pukul 4.30, hari Kamis, tanggal 10 Oktober 1945. Untuk mengadakan serbuan ke markas kempetai itu, disusunlah siasat dan strategi penyerangan sebagai berikut: Medan pertempuran (palagan) dibagi menjadi 4 sektor yang masing-masing sektor dipimpin oleh pemuda-pemuda bekas shodanco PETA:
a.       Iski memimpin sektor utara (depan).
b.      Zaenal Falah memimpin sektor timur (samping kiri).
c.       Nunung Bakri memimpin sektor barat (samping kanan)
d.      Salim Nonong memimpin sektor selatan (belakang).
Sedangkan pasukan rakyat dari luar kota Serang akan menempati daerah-daerah di sekitar markas kempetai, yaitu di Kampung Dalung, Benggala, Kaujon dan Lontar. Penyerangan akan dimulai pada hari Kamis, 10 Oktober 1945, 5 Zulkaidah 1365 H pukul 05.00 pagi. Kode penyerangan akan dimulai dengan pemadaman listrik di seluruh kota Serang dan diawali dengan tembakan keiki kanju (karaben steyer berkaki dua) oleh Iski. Komando penyerangan dipegang oleh Ali Amangku. Pada hari Rabu, 9 Oktober 1945 beberapa pemimpin pejuang rakyat yang bersenjata dari seluruh pelosok Banten berdatangan ke markas BKR di kota Serang untuk meminta intruksi penyerangan. Diperkirakan massa rakyat dari beberapa daerah itu akan masuk kota pada malam harinya. Penampungan para pejuang disiapkan, massa dari daerah Pandeglang dan Lebak ditampung di Kampung Benggala dari daerah Cilegon, Merak dan Anyer ditampung di Lontar dan Kaloran, sedangkan massa yang datang dari Tangerang ditampung di sekitar daerah Pegantungan. Ibu-ibu dan para remaja putri yang bertempat tinggal di kampung-kampung sekitar markas kempetai, spontan ikut menyibukkan diri bergotong-royong membantu dengan menyediakan makanan dan minuman bagi para pejuang. Di lokasi-lokasi strategis yang dianggap aman di sekitar lokasi penyerbuan, mereka membuat beberapa dapur umum. Masyarakat yang bertempat tinggal di sekitarnya pun tidak ketinggalan menyumbangkan bahan-bahan makanan ke dapur umum. Penduduk yang tinggal di sekitar markas kempetai diperintahkan untuk segera menyingkir dan mengosongkan rumahnya demi keselamatan mereka. Malam harinya, sekitar pukul 20.00 tanggal 9 Oktober 1945, berturut-turut datang rombongan BKR serta pemuda-pemuda dari Kecamatan Ciomas, Pabuaran, Baros, Cilegon, Padarincang, Ciruas, Mancak, Taktakan, dan Kramatwatu. Mereka semua berkumpul di asrama Sekolah Guru di jalan Pamelan, Serang, yang sementara menjadi markas BKR (sekarang markas Korem 064 Maulana Yusuf). Sekitar pukul 4.30 pagi hari tanggal 10 Oktober 1945, seluruh pasukan telah siap di tempat yang direncanakan. Pasukan yang berada di sektor utara dipimpin oleh Iski menjadi barisan penyerang. Pasukan ini mengambil lokasi mulai dari perempatan Jalan Kantin (sekarang Jalan Juhdi) sampai ke halaman gedung kabupaten Serang. Pasukan ini terdiri dari anggota pilihan yang dipersenjatai dengan karaben Jepang, pistol dan granat tangan. Satu-satunya keiki kanju yang dimiliki oleh BKR, ditempatkan pada sektor ini dan dipegang oleh bekas budanco (komandan regu) Juhdi, sebagai pendamping Iski. Sedangkan barisan-barisan pada ketiga sektor lainnya berfungsi sebagai barisan pengepung dan penghadang musuh.  Sektor barat mulai dari halaman gedung karesidenan dan di sepanjang Kali Banten dipimpin oleh budanco Nunung Bakri dengan membawahi pasukan rakyat. Sektor selatan di sekitar kampung Benggala, sepanjang sisi selatan alun-alun sampai ke batas Rumah Sakit Serang, dipimpin oleh budanco Salim Nonong. Sektor barat dan selatan ini terdiri dari massa rakyat yang kebanyakan bersenjatakan golok dan bambu runcing. Sedangkan barisan yang ada di sektor timur dipimpin oleh bekas syudancho Zainal Falah dengan anggotanya terdiri dari para pemuda eks bintara PETA, tetapi mereka pun hanya memiliki beberapa pucuk senjata api. Setelah terdengar suara adzan subuh dari beberapa masjid, dan disusul dengan pemadaman lampu-lampu di dalam kota, terdengar tembakan kode penyerangan oleh Iski, maka dimulailah penyerangan ke markas kempetai.
Dengan pekikan takbir Allahu Akbar, para pejuang sebelah timur mulai menembaki markas kempetai sambil maju menyerang. Dari arah markas kempetai terdengar pula tembakan beruntun yang mengarah ke posisi penyerang, maka terjadilah tembak-menembak berbalasan antara dua kubu yang berlawanan, dalam suasana gelap. Karena pertahanan tentara Jepang yang begitu kuat, maka sulitlah bagi para pejuang Banten untuk merebut markas kempetai ini. Sampai pukul 6.30 pertempuran berlangsung tanpa henti, dan pihak pejuang belum berhasil mendekati gedung sasaran karena di sekitar markas kempetai itu dikelilingi lapangan terbuka. Sehingga apabila ada penyerang dengan mudah tentara Jepang menembakinya baik yang berusaha menyeberangi jembatan atau yang merayap dari arah belakang gedung. Sekitar pukul 07.00, tersiar berita bahwa pemuda Nunung Bakri, pemimpin sektor barat dan Juhdi dari sektor selatan telah gugur. Mendengar berita gugurnya dua pemuda itu para pejuang baik dari BKR, laskar rakyat dan pemuda semakin beringas dan menjadi nekat mereka hendak menyerang kubu musuh dari jarak dekat, walau harus menebusnya dengan nyawa. Beberapa pemuda yang tidak tahan menahan amarahnya lalu meninggalkan pasukan dan menyerang markas kempetai dalam jarak dekat. Namun belum mencapai jarak 100 meter, peluru kempetai yang bersembunyi di atas pohon di sekitar markas menewaskan mereka.
Di antara yang meninggal ini adalah Kudsi dan Thalib, pemuda dari laskar Ciomas. Sampai sekitar pukul 10 pagi pertempuran belum mereda. Melihat situasi yang tidak menguntungkan itu,  para sesepuh BKR yaitu K.H. Ahmad Khatib, K.H. Sam’un, H. Abdullah dan K.H. Djunaedi segera memanggil para pemimpin pejuang. Dinasehatkan bahwa Berjihad yang dikehendaki Islam bukanlah berarti bunuh diri, tapi mati sahid dalam membela agama dan negara dengan strategi yang sewajarnya. Sebaliknya cara berperang yang akan mereka lakukan itu cenderung kepada bunuh diri yang mengorbankan ratusan bahkan ribuan pemuda dengan sia-sia. Oleh karena itu musuh cukup dikurung terus sampai kehabisan perbekalan nanti baru diserbu. Mendengar nasehat itu, para pemimpin pejuang berjanji akan menuruti nasehat itu dan baru akan mengadakan penyerangan apabila dikomandokan oleh Ali Amangku sebagai Komandan Pertempuran. Sampai menjelang sore, tembak-menembak tidak terdengar lagi dari kedua belah pihak, pasukan rakyat tetap berjaga-jaga dan mengepung markas kempetai. Dalam hal itu, K.H. Ahmad Khatib mengajak para pemimpin penyerangan itu untuk bersama-sama mengerjakan shalat berjamaah di Masjid Agung Serang. Sekitar pukul 20.00, tiba-tiba terdengar tembakan gencar dari markas kempetai yang diarahkan ke Kampung Benggala. Setengah jam kemudian, tembakan pun berhenti, sehingga suasana menjadi hening sampai matahari terbit. Hal ini menimbulkan kecurigaan para pemuda, sehingga beberapa di antara mereka mengintip keadaan di dalam markas kempetai yang ternyata telah kosong, kecuali dua mayat tentara Jepang. Rupanya tembakan gencar yang dilakukan pada malam itu merupakan pengalih perhatian pasukan rakyat dari gerakan pasukan Jepang yang sebenarnya, yaitu meloloskan diri. Dengan menggunakan 4 buah truk mereka meloloskan diri dari belakang, jalan Rumah Sakit ke Jakarta dari arah timur dengan melalui jalan Cijawa, Cipete dan Ciceri. Sedangkan kedua mayat Jepang yang tertinggal itu diduga adalah tentara yang mendapat tugas melakukan tembakan perlindungan yang kemudian melakukan harakiri (bunuh diri) setelah merasa tugasnya berhasil baik. Jumlah korban dalam pertempuran ini dari pihak kempetai hanya 2 orang dan dari pihak republik 5 orang.
Tiga hari setelah pertempuran perebutan markas kempetai, yaitu pada tanggal 14 Oktober 1945 K.H. Syam’un membentuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR) sebagai Divisi I Komandemen Jawa Barat dengan nama Divisi 1000/I (dibaca: divisi seribu satu) sesuai dengan maklumat pemerintah tanggal 5 Oktober 1945.

2.3  Perkembangan Gedung Joeang 45 Masa Kini
Perkembangan gedung joeang 45 masa kini pun sangat memprihatinkan yaitu kondisi gedung nya sendiri yang tidak terawat. Di samping itu pelataran depan gerbang gedung joeang pun dipenuhi dengan pedagang makanan yang berjejeran sehingga menimbulkan kesan yang kumuh. Menurut penuturan narasumber, terkait dengan dana proses perawatan gedung itu pun mengandalkan dana swadaya organisasi yang menempati gedung tersebut dan belum ada dana khusus dari Pemerintah. Pada saat ini status kepemilikan Gedung Juang diambil alih oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Serang dengan Sertifikat tanggal 12/9/1999 No Ak 320816 dan tahun perolehan 1999. Sedangkan penggunaan lahannya diperuntukkan sebagai tempat Taman Kanak-kanak Pertiwi dan dipinjamkan kepada pihak Pemerintah Provinsi Banten menjadi kantor beberapa kumpulan organisasi yaitu Dewan Harian Daerah (DHD 45), Dewan Harian Cabang (DHC 45), Keluarga Besar Wira Wati Cantur Panca Provinsi Banten, Satuan Karya Ulama Indonesia, dan Front Pemuda (Wawancara dengan Pak Muis).
2.4   Upaya Membangun Rasa Nasionalisme Masyarakat
Sebelumnya, banyak masyarakat yang tak mengetahui adanya gedung juang ini. Dikarenakan kurangnya sosialisasi Pemerintah maupun dari pihak masyarakat nya yang acuh tak acuh. Masyarakat yang hanya sekedar mengetahui kondisi gedung luarnya dan tanpa mengerti nilai historis nya. Oleh karena itu perlu adanya sikap peduli dari semua kalangan, baik dari Pemerintah maupun dari masyarakatnya. Hal yang dapat dilakukan yaitu memaksimalkan potensi dari Gedung Juang tersebut,  bagaimana caranya masyarakat itu tahu tentang sejarah berdirinya gedung juang tersebut. Upaya untuk membangun rasa nasionalisme di masyarakat yaitu dengan cara memberi tahu, mengeksplor, mendeskripsikan kepada masyarakat bagaimana sejarah dari gedung juang tersebut. Dimana gedung juang bukan hanya sebuah gedung dengan bentuk bangunan kuno ala kolonial, akan tetapi memiliki nilai sejarah sehingga masyarakat dapat mengingat kembali sejarahnya. Menjelaskan kepada masyarakat bahwa gedung juang yang sekarang ini kumuh dan tidak dipedulikan oleh masyarakat itu dulunya diperjuangkan oleh para leluhur dengan pengorbanan titik darah penghabisan melalui kisah heroik yang tersirat dalam Gedung Juang tersebut. Dengan peristiwa heroik itulah yang dapat membangkitkan rasa cinta tanah air masyarakat, bagaimana dengan tekat dan semangat juang itulah yang menghantarkan hingga pada titik kemenangan. Hal ini pun dapat dikatakan bahwa Gedung Juang menjadi simbol nasionalisme dalam masyarakat.





BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Gedung juang merupakan bangunan yang dibangun oleh Belanda yang digunakan sebagai tempat tinggal orang Eropa yang bekerja di kedinasan. Namun setelah pendudukan Jepang, gedung ini digunakan sebagai markas Kempetai yaitu Polisi Militer Jepang. Pasca kemerdekaan Indonesia yakni pada tanggal 10 Oktober 1945 terjadi peristiwa heroik penyerangan markas Kempetai oleh Tentara Keamanan Rakyat yang dibentuk oleh K.H Syam’un. Dalam penyerangan ini Pemuda Banten berhasil dan menduduki gedung tersebut.
Perkembangan gedung juang masa kini sangat memprihatinkan dengan kondisi gedung yang kurang terawat serta kumuh. Demikian terjadi karena kurang perhatian nya Pemerintah akan hal ini. Selain itu pihak masyarakat pun juga acuh tak acuh, dengan keadaan demikian. Sebagai upaya membangun rasa nasionalisme dapat dilakukan dengan cara mengeksplor, mendiskripkan sisi sejarah nya Gedung Juang, hikmah yang tersirat dalam Kisah Heroik di Gedung Juang tersebut. Hal ini menjadikan bahwa Gedung Juang sebagai simbol nasionalisme dalam masyarakat.





DAFTAR PUSTAKA


Sumber Pustaka :
Dinas Kebudayaan.2008. Benda Cagar Budaya dan Kepurbakalaan Provinsi Banten. Serang: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Banten.
Ali, Mufti., dan Tessa Eka.2014.Sejarah Bangunan Pendopo Gubernur Banten.Serang: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Banten.


Sumber Internet :
Dewipuspitorini, 2014. Gedung Joeang 45 Serang, Banten. Diambil dari http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbbanten/2014/10/29/gedung-juang-45-serang-banten/, Diakses pada tanggal 25 November 2016.
Aditya, 2011. Kisah Heroik dari Gedung Juang Banten. Diambil dari http://www.karangtarunabanten.com/2011/08/kisah-heroik-dari-gedung-juang-banten.html, Diakses pada tanggal 25 November 2016.

Sumber Lisan :

No

Nama

Umur

Keterangan

1

H. Mas Muis Muslisch

51 Tahun





 

Komentar