JURNAL TENTANG ORGANISASI PERGERAKAN NASIONAL
“PARTAI NASIONAL INDONESIA”
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia
Dosen Pengampu : Ana Nurhasanah, MPd.

Disusun Oleh :
Nama : Nur Syiam Eka Handayani
NIM : 2288150033
JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2016
Suchy Makbulla.(2011). Soekarno, Marhaen
dan PNI. https://komiteantikorupsintb.wordpress.com/2011/12/08/soekarno-marhaen-dan-pni/ (Online).
Diakses pada tanggal 14 Desember 2016.

Kemerosotan peran yang dimiliki oleh
Sarekat Islam disertai dengan kegagalan pemberontakan yang dilakukan oleh
Partai Komunis Indonesia telah menimbulkan sejumlah akibat bagi gerakan
nasionalis Indonesia. Tetapi yang penting adalah timbulnya suatu kekosongan
dalam gerakan nasionalis, di mana gerakan nasionalis ini memerlukan pengarahan
dan pimpinan baik dari sisa-sisa organisasi politik yang ada maupun pembentukan
partai-partai baru.
Melihat kekosongan itu, Moh Hatta,
Iskaq, Budyharto dan Sujadi berusaha merealisir pembentukan suatu partai baru
yang sesuai dengan rencana-rencana Perhimpunan Indonesia sesegara mungkin.
Akhirnya diumumkan kepada publik kalau mereka bermaksud mendirikan sebuah
partai baru yang dinamakan Sarekat Rakyat Nasional Indonesia (SRNI) dan
direncanakan pada bulan Juli 1927 diadakan kongres untuk meresmikan partai
tersebut. Nama Soekarno semakin menjulang ke atas langit pada saat ia bersama
dengan Maskun, Gatot Mangkupradja dan Supriadinata ditangkap dan ditahan atas
tuduhan pemerintah kolonial Hindia Belanda, kalau mereka dianggap telah
menganggu ketertiban dan ketentraman umum selama beberapa tahun. Tentu saja,
kejadian ini menyentak gerakan nasionalis. Bahkan pers nasionalis menyatakan
rasa kaget dan kecewa terhadap tindakan-tindakan pemerintah. Walaupun demikian
mereka menghimpun agar para pembaca diminta dengan sangat agar tetap tenang dan
yakin bahwa partai itu bersih dari tuduhan-tuduhan yang dilontarkan kepadanya.
Dalam Indonesia Menggugat, Soekarno secara tajam membedakan
konsep Marhaen itu dengan konsep Proletar, maka menurut pandangan Soekarno
struktur masyarakat Indonesia belum industrialis seperti di negera Barat.
Bedanya adalah massa Marhaen bukan terdiri dari satu golongan saja, tetapi dari
berbagai ragam golongan kecil seperti, petani kecil, pengusaha kecil, buruh
kecil, nelayan kecil dan sebagainya yang semuanya kecil, sama-sama menanggung
beban akibat kekejaman imperialisme dan kapitalisme. Semua rakyat kecil itu
dinamainya kaum Marhaen.
Kelebihan analisis dari artikel diatas diantaranya artikel tersebut
memaparkan secara jelas mengenai latar belakang dari berdirinya Partai Nasional
Indonesia, Pertentangan dari pihak Belanda terhadap berdirinya Partai Nasional
Indonesia, hingga sistem Marhaenisme yang digagas oleh Presiden Soekarno.
Terdapat pula kekurangan analisis dari artikel diatas yaitu tidak
dijelaskan kemunduran dari Partai Nasional Indonesia tersebut, penulis lebih
menekankan Peran Soekarno dalam PNI dan pertentangan Soekarno dengan pihak
Belanda. Selain itu tidak menyertakan
sumber pustaka dalam artikel tersebut.
Afdhal Ilahi.(2016). Partai Nasional Indonesia (PNI): Sejarah Berdiri, Asas, Tujuan dan Tokohnya. http://www.afdhalilahi.com/2016/11/partai-nasional-indonesia-pni-sejarah.html (Online). Diakses pada tanggal 17 Desember 2016 pukul 22.30.

Dalam artikel tersebut dijelaskan tentang Asas, Tujuan, dan
para Tokoh Partai Nasional Indonesia. PNI mempunyai 3 (Tiga) asas, yaitu Self Help (Menolong diri sendiri), Non
Kooperasi (Tidak mengadakan kerjasama dengan Pemerintah Kolonial Belanda), Marhaenisme
(Pengerahan massa rakyat tertindas yang hidup dalam kemiskinan di tanah yang
kaya raya). Tujuan PNI adalah mencapai Indonesia merdeka dengan kekuatan
sendiri. PNI bersifat terbuka sehingga keanggotaannya cepat berkembang.
Cabang-cabang PNI terdapat di seluruh Hindia-Belanda. Kelompok nasionalis
revolusioner dapat ditampung di dalam PNI. Pada tahun 1927, PNI memprakarsai
berdirinya PPPKI (Permufakatan Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia).
Badan ini merupakan sebuah badan koordinasi dari bermacam
aliran untuk menggalang kesatuan aksi melawan imperialisme atau penjajahan.
Kemajuan yang dicapai PNI dalam menyadarkan rakyat Indonesia akan pentingnya
kemerdekaan dan sikapnya yang non kooperasi menimbulkan kecemasan pihak
Belanda. Pemerintah Kolonial Belanda memberikan ancaman terhadap PNI untuk
menghentikan kegiatannya serta mengawasi dengan ketat gerak-gerik para pemimpin
PNI terutama terhadap Ir. Soekarno. Ir. Soekarno bahkan dilarang untuk pergi ke
luar Jawa. Karena desas-desus bahwa PNI akan melakukan pemberontakan maka pada
tahun 1929 dilakukan penangkapan atas tokoh-tokoh PNI, yaitu Ir. Soekarno, Maskoen
Soemodiredjo, Gatot Mangkoeprodjo, dan Soepriadinata. Mereka disalahkan
melanggar pasal 153 bis dan 169 KUHP, dianggap mengganggu ketertiban umum, dan
menentang kekuasaan Pemerintah Kolonial Belanda dalam persidangan para tokoh
PNI di Bandung, Ir. Soekarno membacakan pembelaannya yang terkenal, yaitu
"Indonesia Menggugat".
Kelebihan analisis dari
artikel diatas adalah kalimat yang dijelaskan mudah dimengerti, selain
itu menjelaskan isi dari berdirinya Partai Nasional Indonesia diantaranya, Asas
PNI, dan Tujuan PNI.
Kekurangan analisis dari artikel diatas adalah isi yang
ditulis tidak lengkap, tidak dijelaskan latar belakang berdirinya PNI serta
tidak dijelaskan para tokoh penggagas Partai Nasional Indonesia.
Amarablog.(2010).Partai Nasionalis Indonesia (PNI). https://amacorablog.wordpress.com/2010/06/29/partai-nasionalis-indonesia-pni/. (Online). Diakses pada tanggal 17
Desember 2016 pukul 23.00.

Dalam artikel ini, terlebih dahulu menjelaskan tentang politik balas
budi yang digagas oleh Van de Venter. Dengan munculnya politik balas budi
tersebut memunculkan berbagai organisasi pergerakan nasional. Salah satunya
adalah Partai Nasional Indonesia yang berpaham nasionalis.
Dijelaskan tentang latar belakang berdirinya PNI, dimana berdiri pada tanggal 4 Juli 1927 dengan para tokoh
penggagas diantaranya Dr. Cipto Mangoenkoesoemo, Ir. Soekarno,
Mr. Iskaq Cokroadisoerjo, Mr. Sartono, Mr. Boediarto, Mr. Soenarjo, Dr. Samsi,
Ir. Anwari. Kemudian dilanjutkan dengan perkembangan PNI, dimana popularitas
PNI saat itu tidak jauh dari peran Soekarno yang selalu mengobarkan semangat
nasionalisme didalam kegiatan PNI tersebut. Partai Sarekat Islam, Budi Utomo,
Study Club Surabaya, serta organisasi-organisasi kedaerahan dan kristen yang
penting bergabung bersama PNI dalam suatu wadah yang dikenal sebagai PPKI
(Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia).
Dijelaskan pula tentang
perpecahan dalam tubuh PNI, saat itu terjadi pengalihan kepemimpinan dari
Soekarno kepada Sartono dikarenakan Soekarno dipenjara. Dalam hal ini
Sartono mengusulkan tentang pembubaran
PNI dan sebagai gantinya mendirikan sebuah Partai Indonesia (Partindo). PNI
(lama) yang telah terpecah menjadi 2 yaitu PNI (baru) dan Partindo, setelah
Soekarno keluar dari penjara beliau memilih untuk bergabung di Partindo sebagai
basis perjuangannya. Didalam PNI (baru) yang dibentuk oleh Drs. Hatta dan
Soedjadi Moerad serta dibantu dengan Sutan Syahrir lebih menekankan pada pokok
Pendidikan Nasional. Setelah kejatuhan Soekarno, PNI menjadi bulan-bulanan
kekuatan politik lain, akibat hubungannya dengan Soekarno. Usaha membuat PNI
kembali menjadi suatu partai yang berpengaruh terhadap jalannya sejarah
republik ini.
Kelebihan analisis dari
artikel diatas adalah isi dalam penjelasan nya cukup lengkap, penyusunannya di
mulai dari pendahuluan politik balas budi yang merupakan cikal bakal berdirinya
organisasi pergerakan nasional, terdapat sumber pustaka yang jelas dari
penulisan artikel tersebut.
Kekurangan dari artikel
diatas adalah tidak disertakan nya gambar-gambar atau foto yang bersangkutan
dengan Partai Nasional Indonesia, tampilan background artikel tidak sesuai
dengan penulisan yang diangkat.
Jeffrey Rawis.(2008). Profil Partai - PNI Marhaenisme: "Kaum Marhaen Indonesia, Bersatulah!". http://www.antaranews.com/berita/121842/profil-partai--pni-marhaenisme-kaum-marhaen-indonesia-bersatulah (Online). Diakses pada tanggal 18 Desember 2016 pukul 00:10.

Dalam artikel berita tersebut mengusung topik Partai Nasional Indonesia
yang berideologi Marhaenisme. Sebelumnya
dijelaskan tentang berdirinya PNI tersebut, dan dijelaskan tentang perpecahan
PNI dikarenakan tekanan dari Belanda yang menyebabkan Soekarno harus dipenjara.
PNI terpecah menjadi 2 yaitu Partai
Indonesia (Partindo), dan PNI yang mengembangkan Pendidikan Nasional Indonesia
yang digagas oleh Moh. Hatta.
Kebesaran PNI terbukti
pada era 1950-an, ketika dia menjadi nomor satu dalam perolehan suara pada
Pemilihan Umum (Pemilu) pertama (1955). Memasuki
dekade 1960-an, hegemoni PNI terganggu oleh munculnya kekuatan Partai Komunis
Indonesia (PKI) yang bertarung terbuka di panggung politik Indonesia
berhadap-hadapan dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI). Situasi politik
nasional oleh apa yang disebut sebagai Gerakan 30 September (G 30 S) atau ada
pula menyebutnya dengan Gerakan Satu Oktober (Gestok). PNI dan `De-Soekarnonisasi` Situasi internal bangsa sejak saat ini
tidak kondusif bagi PNI untuk terus berkembang. PNI dimasukkan ke dalam Partai
Demokrasi Indonesia (PDI) bersama-sama Partai Kristen Indonesia (Parkindo),
Partai Katolik, Partai Murba, dan Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indoensia (IPKI)
di awal 1970-an.
Kelebihan penulisan
dari artikel berita tersebut adalah dalam hal perkembangan PNI dari awal
pembentukan, perpecahan, pembagian
partai yakni PNI lama terbagi atas Partindo dan Partai Pendidikan Nasional
Indonesia, hingga peralihan ideologi menjadi Marhaenisme.
Kekurangan penulisan dari artikel berita tersebut yaitu terletak pada
ketidak rapian penulisan, penggunaan titik koma yang tidak sesuai, dan bahasa
yang digunakan sulit untuk dimengerti.
Rahmad Thayib.(2016).Sukarno,Hatta,Syahrir serta Pertemuan Jokowi dan SBY.http://indonesiana.tempo.co/read/100322/2016/11/24/rahmathayib/sukarno-hatta-syahrir-serta-pertemuan-jokowi-dan-sby. (Online). Diakses pada tanggal 18 Desember 2016.

Pagi hari,
31 Desember 1931, Sukarno keluar dari bui Sukamiskin. Dua tahun mendekam di
dalam penjara, ia tiada mengeluh. Ia menerima penangkapan di Yogyakarta itu
secara jantan. Ketika PNI dipaksa bubar, ia sekadar berduka. Tetapi, saat
dikabarkan partai penerus PNI berpecah, instrument yang dibangunnya untuk
mencapai kemerdekaan Indonesia, Sukarno meratap seperti bocah. Saat Sukarno
dibui, basis PNI memang terpecah dua. Sebagian berhimpun dalam Partai Indonesia
(PARTINDO), dan lainnya bernaung di bawah payung PNI-Baru. Santer desas-desus.
Macam-macam bunyinya. Namun, kendati ditarik-tarik pembesar PARTINDO. Akhirnya
Sukarno dan Hatta bertemu. Di rumah Gatot Mangkupraja, sejawat mereka. Dia
bekas sekretaris PNI sekaligus mantan aktivis Perhimpunan Indonesia.
Belakangan, Gatot menjadi insiator tentara Pembela Tanah Air (PETA).
Akhirnya,
perbedaan membuat Sukarno dan Hatta berpisah secara organisasi. Belakangan,
Sukarno mengambil alih PARTINDO yang lantas kian bersemi. Hatta dan Syahrir
terus menggembleng barisan kader PNI-Baru. Tetapi satu yang pasti, mereka
tidak saling berprasangka. Hatta dan Syahrir tidak menyangsikan keteguhan
Sukarno untuk memperjuangkan kemerdekaan. Sebaliknya, Sukarno pun menaruh hormat
kepada dua lelaki intelektual Minangkabau itu.
Jika ditarik ke zaman sekarang. Tentu kita hanya bisa
mengurut dada. Belakangan kita seolah-olah disuguhkan oleh drama pertikaian
dingin antara dua presiden: SBY dan Jokowi yakni presiden ke-6 dan presiden
ke-7. Dimana diantara kedua kubu politik
terdapat desas-desus saling mengejek.
Bukankah Sukarno dan Hatta pun bertemu untuk menjernihkan
keruhnya danau desas-desus? Dan terbukti, pertemuan di rumah Gatot itu menjadi
kunci. Mereka berpisah, tetapi perjuangan terus berlanjut. PARTINDO
memposisikan diri sebagai eksponen utama kalangan non-kooperasi. Di saat Hatta,
Syahrir, dan PNI Baru menjadi eksponen utama kaum pergerakan yang tidak
mengharamkan perkongsian dengan pemerintah kolonial.
Di sinilah pentingnya silaturahmi,
menuju kepaduan semangat, dan menggerus saling curiga demi mencapai tujuan yang
satu. Tidak pernah ada kemudharatan dalam silaturahmi. Insya Allah pertemuan SBY dan Jokowi akan membuat prasangka tandas.
Dan rakyat dapat terlepas dari jaring-jaring kegelisahan drama politik ini.
Kelebihan analisis dari artikel
diatas adalah penulis berusaha menanamkan rasa untuk selalu berprasangka baik
kepada para pemimpin bangsa, dengan meneladani para pemimpin bangsa terdahulu.
Sebagai contoh perpecahan PNI yang terbagi menjadi 2 yakni Partindo dan PNI
baru, dimana Soekarno dan Hatta berusaha menjernihkan keadaan tentang desas
desus 2 kubu politik. Hal ini pun yang ditekankan oleh penulis, tentang
desas-desus pertikaian dingin antara SBY dan Jokowi. Dimana nilai yang dapat
diambil adalah prasangka baik untuk keduanya, selain itu turut mendukung peran
keduanya demi kemajuan Indonesia.
Kekurangan analisis dari artikel
diatas adalah penulis tidak menjelaskan pertikaian dingin seperti apa yang
terjadi antara SBY dan Jokowi. Sehingga menimbulkan kesimpang-siuran informasi
dalam artikel tersebut.
Angga Sopiana.(2016).Tujuan Partai
Nasional Indonesia dan PNI baru. http://www.sridianti.com/tujuan-partai-nasional-indonesia-dan-pni-baru.html. (Online).
Diakses pada tanggal 18 Desember 2016.

Keradikalan PNI sudah
tampak sejak pertama didirikannya. Ini terlihat dari strategi perjuangannya
yang berhaluan nonkooperasi. PNI tidak mau ikut dalam dewan-dewan yang diadakan
oleh pemerintah.
Tujuan PNI adalah kemerdekaan
Indonesia dan tujuan itu akan dicapai dengan asas “percaya pada diri sendiri”.
Artinya: memperbaiki keadaan politik, ekonomi, sosial, dan budaya yang sudah
dirusak oleh penjajahan, dengan kekuatan sendiri. Semua itu akan dicapai
melalui berbagai usaha, antara lain:
(1) usaha
politik, yaitu dengan cara memperkuat rasa kebangsaan persatuan dan kesatuan.
Memajukan pengetahuan sejarah kebangsaan, mempererat kerja sama dengan
bangsa-bangsa Asia dan menumpas segala perintang kemerdekaan dan kehidupan
politik. Dalam bidang politik, PNI berhasil menghimpun organisasi-organisasi
pergerakan lainnya ke dalam satu wadah yang disebut Permufakatan
Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia.
(2) usaha
ekonomi, yaitu dengan memajukan perdagangan rakyaat, kerajinan atau industri
kecil, bank-bank, sekolah-sekolah, dan terutama koperasi;
(3) usaha
sosial, yaitu dengan memajukan pengajaran yang bersifat nasional, emngurangi
pengangguran, mengangkat derajat kaum wanita, meningkatkan transmigrasi dan
memperbaiki kesehatan rakyat.
Pengaruh
PNI juga sangat terasa pada organisasi-organisasi pemuda hingga melahirkan Sumpah
Pemuda dan organisasi wanita yang melahirkan Kongres Perempuan di
Yogyakarta pada 22 Desember 1928. Melihat gerakan dan pengaruh PNI yang semakin
meluas, pemerintah kolonial menjadi cemas, maka dilontarkanlah bermacam-macam
isu untuk menjelekkan PNI. Bahkan kemudian mengancam PNI agar menghentikan
kegiatannya. Rupanya Belanda belum puas dengan tindakannya itu, maka PNI pun
dituduh akan melakukan pemberontakan. Pemerintah Belanda melakukan
penggeledahan dan penangkapan terhadap tokoh-tokoh PNI di seluruh wilayah Indonesia
pada 24 Desember 1929. Akhirnya 4 tokoh teras PNI yaitu: Ir. Soekarno, R. Gatot
Mangkoepradja, Markoen
Soemadiredja, dan Soepiadinata
diadili di Pengadilan Negeri Bandung dan dijatuhi hukuman penjara
pada 20 Desember 1930.
Kelebihan
dari artikel diatas adalah penulis menjelaskan tentang keradikalan PNI, tujuan
PNI, kemudian cara untuk mengimplementasikan dengan tujuan memperbaiki bangsa
dibawah penjajahan, kemudian pengaruh besar PNI dalam kegiatan nasional yakni
Sumpah Pemuda.
Kekurangan
dari artikel diatas adalah penulis tidak menampilkan gambar yang berkaitan
dengan Partai Nasional Indonesia, selain itu terdapat iklan yang tidak penting
didalam artikel tersebut.
Soehat.(2011).Tentang
Sedjarah Singkat PNI. https://soehat.wordpress.com/2011/02/18/tentang-sedjarah-singkat-pni/.
(Online).Diakses
pada tanggal 18 Desember 2016.

Pada tgl. 4 Djuli 1927 Ir Soekarno, Ir Anwari, J. Tilaar, Sudjadi,
Mr Iskaq Tjokrohadisurjo, Mr Sartono, Mr Budyarjo Martoatmojo, Dr Samsi Widagdo
dan Mr Sunarjo mendirikan “Perserikatan Nasional Indonesia” di Bandung. Didalam
Kongres PNI jang pertama di Surabaja tgl. 28-30 Mei 1928, nama “Perserikatan
Nasional Indonesia” diganti mendjadi “Partai Nasional Indonesia”. Pada kongres
itu pula disahkan Anggaran Dasar (Statuten), Azas dan Daftar Usaha Partai.
Sebab jang terpenting dibubarkannja PNI adalah karena penangkapan
jang dilakukan oleh Penguasa atas 4 anggota Pimpinan PNI jang kemudian
didjatuhi hukuman, j.i Ir Soekarno, Gatot Mangkupradja, Maskun dan Supriadinata
(24 Desember 1929). Didalam Kongres ke-I PNI jang telah bergerak di Pati,
Madiun, Palembang dan Sulawesi, “Sosio-Nasional-Demokrasi” jang kemudian
dimanifestasikan dalam Lambang PNI “segitiga dengan kepala banteng” jang
menggambarkan sintese dari nasionalisme-demokrasi dan sosialisme. Pada Kongres
ke-3 ini ditetapkan bahwa azas PNI ialah : “Sosio-Nasional-Demokrasi”
(Marhaenisme), jang merupakan gabungan dari Sosio-Nasionalisme dan
Sosio-Demokrasi. Pada kongres ke-9 Keputusan-keputusan Kongres ialah Azas PNI ialah Marhaenisme, dan memberikan gelar Bapak Marhaenisme kepada Bung Karno.
Kelebihan dari artikel diatas adalah dalam penulisan artikel yaitu penulis
menggunakan timeline atau garis
waktu, sehingga memudahkan pembaca dalam memahami kesejarahan Partai Nasional
Indonesia, selain itu penulis juga memberikan pemahaman tentang arti lambang
bendera PNI tersebut.
Kekurangan dari artikel diatas adalah dalam penulisan artikel menggunakan
ejaan tempo dulu (misalnya: yang dalam ejaan tempo dulu jang, perpecahan dalam ejaan tempo dulu perpetjahan,dan lain-lain) sehingga membuat sulit bagi para pembaca
artikel tersebut.
Ish Anggita.(2013).Partai Nasional Indonesia. http://mautahusejarah.blogspot.co.id/2013/01/partai-nasional-indonesia.html.
(Online).
Diakses pada tanggal 18 Desember 2016.
PNI didirikan di Bandung pada 4 Juli 1924
oleh kaum terpelajar yang dipimpin oleh Ir.Soekarno. Kaum muda terpelajar itu tergabung dalam Algemene
Studieclub (Bandung)dan kebanyakan dari mereka adalah mantan anggota Perhimpunan
Indonesia yang telah kembali ke tanah air. Keradikalan PNI sudah tampak sejak pertama didirikannya.
Ini terlihat dari strategi perjuangannya yang
berhaluan non kooperasi. PNI
tidak mau ikut dalam dewan-dewan yang
diadakan oleh pemerintah.
Tujuan PNI adalah Kemerdekaan Indonesia dan tujuan itu akan dicapai
dengan asas “percaya diri sendiri” artinya, memperbaiki keadaan politik,
ekonomi, sosial, dan budaya yang sudah dirusak oleh penjajahan. Dengan kekuatan sendiri, semua itu akan dicapai melalui berbagai usaha, antara lain:
1) usaha
politik, yaitu dengan cara memperkuat rasa kebangsaan persatuan dan kesatuan.
Memajukan pengetahuan sejarah kebangsaan, mempererat kerja sama dengan
bangsa-bangsa Asia dan menumpas segala perintang kemerdekaan dan kehidupan
politik. Dalam bidang politik, PNI berhasil menghimpun organisasi-organisasi
pergerakan lainnya ke dalam satu wadah yang disebut Permufakatan
Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia.
2) usaha
ekonomi, yaitu dengan memajukan perdagangan rakyaat, kerajinan atau industri
kecil, bank-bank, sekolah-sekolah, dan terutama koperasi;
3) usaha
sosial, yaitu dengan memajukan pengajaran yang bersifat nasional, emngurangi
pengangguran, mengangkat derajat kaum wanita, meningkatkan transmigrasi dan
memperbaiki kesehatan rakyat.
Akhirnya 4 tokoh teras PNI yaitu: Ir. Soekarno, R. Gatot Mangkoepradja, Markoen Soemadiredja, dan Soepiadinata diadili di Pengadilan Negeri Bandung dan dijatuhi hukuman penjara pada 20 Desember 1930. Peristiwa ini merupakan pukulan besar bagi PNI dan atas inisiatif Mr. Sartono pada Kongres Luar Biasa ke-2 (25 April 1931) PNI dibubarkan.
Kemudian
Sartono mendirikan Partai Indonesia (Partindo). Tetapi tindakan ini
membawa perpecahan yang mendalam. Ketergantungan pada seorang pemimpin,
dikritik habis oleh mereka yang menentang perubahan PNI. Mereka menyebut
dirinya “Gerakan Merdeka”, kemudian membentuk partai baru, yaitu Pendidikan
Nasional Indonesia atau PNI Baru.Dari sini muncul tokoh baru yaitu Sutan
Syahrir (20 tahun) yang waktu itu masih menjadi mahasiswa di Amsterdam.
Ia pulang ke Indonesia atas permintaan Moh. Hatta untuk menjadi ketua
partai.Walaupun cita-cita dan haluan kedua partai itu sama, yaitu kemerdekaan
dan non kooperasi, tetapi strategi perjuangannya berbeda. PNI Baru lebih
menekankan pentingnya pendidikan kader.
Kelebihan dari artikel diatas adalah dalam penulisan artikel
disertakan gambar yang bersangkutan dengan Kepartaian Nasional Indonesia,
sehingga membuat artikel tersebut menjadi menarik.
Kekurangan dari artikel diatas adalah isi dalam artikel tersebut
kurang lengkap sehingga pembaca masih kurang memahami tentang PNI tersebut.
Rezky
Aditya.(2014).Partai Nasional Indonesia (PNI). http://wartasejarah.blogspot.co.id/2014/06/pni-partai-nasional-indonesia.html#!/tcmbck. (Online). Diakses pada tanggal 18 Desember 2016.

Dalam menyebarluaskan
gagasannya, PNI melakukan berbagai propaganda baik melalui surat kabar seperti
Banten Priyangan di Bandung dan Persatuan Indonesia di Batavia, maupun lewat
para pemimpin khususnya Ir. Soekarno. Pemerintah Hindia Belanda semakin hari
bertambah cemas melihat pengaruh yang diperoleh PNI dimana-mana, mulai
menunjukkan tangan besi. Soekarno juga menulis berbagai tulisan yang menyerang
Belanda, seperti Soeloeh Indonesia Moeda, Persatoean Indonsesia dan Fikiran
Ra'jat. Dari media tulis menulis inilah Soekarno mencurahkan segala ide tentang
nasionalisme, anti-imperialisme, dan anti-kolonialisme hingga sosialisme.
Tetapi dari ketiga surat kabar tersebut Fikiran Ra'jat yang ditujukan untuk
kaum Marhaen yang paham membaca dan menulis. Tujuan Seokarno menulis di media
tersebut adalah untuk memompa semagat nasionalisme dikalangan rakyat untuk
menentang imperialisme dan kolonialisme di Tanah air. Kaum Marhaen di Fikiran
Ra'jat dicirikan sebagai masyarakat miskin, buruh terbodohkan dan terjajah,
mereka adalah masyarakat yang harus bangkit dari keterpurukannya untuk lahir
kembali sebagai manusia yang merdeka di tanahnya sendiri.
Soekarno bertekad untuk
mengejar Indonesia Merdeka di bawah panji-panji Merah Putih Kepala Banteng
(Merah-keberanian, Putih-kebersihan hati, Kepala Banteng-percaya kepada
kekuatan dan tenaga sendiri). Gagasan nasionalisme seluruh Indonesia sebagai
ukuran umum kini muncul semakin kuat. Maka para pemimpin terpelajar
kelompok-kelompok suku bangsa dan kedaerahan menerima konsep itu antara lain
sebagai alat untuk mempertahankan diri dari dominasi suku Jawa yang potensial,
sedangkan kelompok-kelompok Kristen memandang konsep tersebut antara lain
sebagai alat untuk mempertahankan diri dari dominasi Islam.
Kelebihan dari artikel
diatas adalah penulis tidak hanya menjelaskan kesejarahan PNI saja, melainkan
bagaimana usaha-usaha Soekarno dan pemimpin lainnya berusaha untuk menanamkan
rasa nasionalisme kepada masyarakat Indoenesia saat itu untuk bangkit melawan
Imperalisme dan Kolonialisme.
Kekurangan dari artikel
diatas adalah penulis tidak memberikan gambar yang menjelaskan tentang usaha
para pemimpin dalam PNI tersebut.
Kusno.(2012). Tiga Syarat Partai Marhaenis Sejati Ala Bung Karno. http://www.berdikarionline.com/tiga-syarat-partai-marhaenis-sejati-ala-bung-karno/. (Online). Diakses pada tanggal 18 Desember 2016.

Saat itu, salah satu partai yang ditakuti penguasa kolonial adalah PNI
(Partai Nasional Indonesia), yang didirikan Bung Karno dan kawan-kawannya di
Bandung, 4 Juli 1927. Praktis, setelah PKI dihancurkan oleh penguasa kolonial
tahun 1926/27, PNI menjelma menjadi partai revolusioner baru. PKI banyak
mewarisi semangat dan watak revolusioner PKI. Tentang itu, Soekarno sendiri mengakuinya:
“…untuk meneruskan perjuangan revolusioner, maka saya mendirikan Partai
Nasional Indonesia”. PNI pun menjelma menjadi partai massa revolusioner. Begitu
takutnya penguasa kolonial terhadap perkembangan PNI, maka pemimpin utamanya
pun ditangkap dan dipenjarakan. Bung Karno sendiri harus keluar masuk penjara
karena gerakan politiknya. Boleh dikatakan, PNI saat itu benar-benar partai
kaum marhaen.
Sekarang, masih ada partai yang bernama PNI, tapi tak lagi “segarang”
PNI-nya Bung Karno. PNI sekarang tidak begitu “dihitung” oleh penguasa. Maklum,
meski masih berazaskan marhaenisme, tapi hanya sedikit sekali kaum marhaen yang
mau bergabung. Sudah begitu, PNI sekarang cuma kontestan pemilu, bukan lagi
sebagai partai perjuangan massa rakyat.
Untuk menjadi partai kaum marhaen, seperti PNI-nya Bung Karno dulu, memang
bukan perkara gampang. Bung Karno punya tiga syarat agar sebuah partai
bisa menjelma sebagai partainya kaum marhaen.
Syarat pertama, setiap partai kaum
marhaen harus menjalankan machtvorming: pembuatan
tenaga, pembuatan kuasa. Machtvorming penting, kata Bung Karno, karena adanya
pertentangan kepentingan antara sana dan sini (kita dan musuh).
Syarat kedua, Dalam menjalankan pertentangan (antitesa)
antara sana dan sini, partai kaum marhaen haruslah menjalankan radikalisme:
perjuangan yang tidak setengah-setengah, apalagi tawar-menawar, yakni
perjuangan yang hendak menjebol kapitalisme-imperialisme hingga ke
akar-akarnya.
Syarat ketiga, untuk menjelmakan machtvorming yang berazaskan radikalisme itu, maka partai
kaum marhaen haruslah menjalankan massa aksi .
Di sini, massa aksi diartikan sebagai aksinya rakyat jelata yang sudah
tersadarkan: marhaen yang sadar bahwa untuk mengakhiri ketertindasan, maka
harus menjebol masyarakat lama dan membangun masyarakat yang baru.
Di sini, Soekarno yang belajar dari Massa-Aksinya Tan Malaka, berusaha
membedakan antara massa aksi dan massal aksi (massale actie).
Massa aksi adalah aksinya rakyat jelata yang karena kesengsaraan, telah
terluluh menjadi satu jiwa baru yang radikal, dan bermaksud “memarayikan”
terlahirnya masyarakat baru.
Kelebihan dari artikel diatas adalah penulis menjelaskan nilai-nilai yang
dapat diambil dari tebentuknya PNI.
Kekurangan dari artikel diatas adalah penulis hanya menjelaskan peran dari
Bung Karno sebagai pemimpin PNI dan tidak mencantumkan peran pemimpin PNI
lainnya.
Komentar
Posting Komentar